Ini hari pertama saya mencoba memberikan makanan tambahan kepada Rasyad. Hari ini dia berumur empat bulan. Tidak mesti pada usia segitu bayi mulai diberi makanan padat. Ada yang bilang makanan padat tidak perlu diberikan hingga bayi berusia enam bulan. Susu masih mencukupi untuk semua kebutuhan gizi dan energinya sampai saat itu. Tapi kebanyakan orang mulai memberi makanan tambahan sejak usia empat bulan. Hanifa juga mulai makan sejak usia empat bulan.

Menurut sebuah buku, tanda pertama bahwa bayi siap untuk menerima makanan selain susu adalah ketertarikannya melihat kita makan. Rasyad memang kelihatan seperti penasaran setiap kali melihat kami menyuapkan sesuatu ke dalam mulut. Mungkin dia pikir kok asyik sekali yah, banyak banget yang bisa dimasukin ke mulut. Soalnya dia kan juga lagi senang apa-apa dimasukin ke mulut.

Untuk usia ini makanan tambahan bagi bayi bukan untuk mendapatkan nutrisinya, tapi lebih sebagai pengenalan saja. Dia perlu mengenal bahwa rasa lapar bisa ditawar bukan hanya dengan minum susu, dia perlu mengenal cara menelan makanan yang disuapi dengan sendok ke dalam mulutnya, dia perlu mengenal berbagai rasa. Karenanya pada saat awal ini tidak perlu memaksakan bayi untuk memakan habis porsi tertentu, dan tidak perlu membuatnya makan tiga kali sehari. Ini hanya untuk latihan dan penyesuaian perutnya dengan makanan baru supaya ketika dia mulai benar-benar membutuhkannya nanti, dia sudah siap.

Jadi untuk minggu pertama ini saya berencana untuk memberinya jenis makanan yang berbeda setiap hari dan hanya satu atau dua kali sehari. Saya ingin menjalankan saran Pak Adi Junjunan di milis FLP-Jepang untuk lebih dahulu memperkenalkan sayur kepada bayi agar dia menjadi anak yang sneang makan sayur. Wortel, kentang, komatsu, bayam, kol dan labu kayaknya bakal jadi pilihan saya untuk minggu ini.

Untuk hari pertama saya membuatkan bubur kentang campur tahu. Kentangnya direbus lama sekali sampai sangat lunak, kemudian dihancurkan bersama tahu, lantas disaring dan dicairkan dengan susu. Saya menduga Rasyad tidak akan terlalu berminat untuk memakannya, satu atau dua sendok barangkali sudah cukup. Saya membuatnya dalam porsi "seujung kuku." Tapi rupanya Rasyad suka. Dia menerima suapan seperti bayi yang sudah berpengalaman: mulutnya membuka begitu tersentuh sendok, tangannya pun menyambut seperti hendak menyuap sendiri, ikut memegang sendok dan menahannya lama-lama di dalam mulut (mungkin dia pikir sendok itu juga bisa dimakan). Dia menelan makanan seperti kakek-kakek yang sedang menggumam sendiri, sambil cairan makanan yang luber mengalir lewat sudut-sudut bibirnya. Sedikitnya lima kali suapan berhasil masuk ke mulutnya di hari pertama ini. Di luar dugaan saya.

Tapi ada satu kejutan lain: Hanifa. Saya lupa untuk memperhitungkan bahwa Hanifa akan begitu bersemangat melibatkan diri dalam soal ini. Membuat makanan bayi dalam porsi kecil dengan peralatan mini yang lucu-lucu itu mirip dengan main masak-masaknya. Dia ingin membuatkan makanan bayi itu sendiri. Menyuapi Rasyad juga mirip dengan permainan dia menyuapi makanan untuk bonekanya. Dia jadi ingin juga menyuapi Rasyad sendiri, memaksa saya untuk menyerahkan sendok itu kepadanya. Kerepotan bertambah. Semoga ini hanya kegirangan karena memulai sesuatu yang baru, supaya waktu untuk menyelesaikan urusan memberi makan Rasyad ini tidak selalu berlipat dua.
Setelah lancar menelungkup, Rasyad mulai mencoba beringsut maju. Dia pertama kali mencobanya ketika kami sedang sarapan minggu lalu. Pagi itu dia berhasil berhasil merayap mendekati tempat sarapan, membuat kami semua kaget dan Hanifa bersorak kegirangan. Lantas saya pancing dia untuk maju dengan meletakkan sebuah mainan sekitar sepuluh senti di hadapannya. Beberapa kali dia berhasil menabrakkan kepalanya ke mainan itu. Tapi dia masih terlalu cepat capek, sebentar saja dia sudah terengah-engah seperti habis mendaki gunung Himalaya.

Sekarang sudah tidak aman lagi meninggalkannya terbaring sendirian di kasur dan saya pergi ke dapur. Bisa-bisa dia tiba-tiba sudah muncul di pintu dapur!
Hari ini Rasyad mendapat pemeriksaan kesehatan rutin untuk bayi usia tiga bulan di Hokenjou. Berat badannya sekarang 6,6 kg dan panjangnya 61cm.

Dalam paket yang dibagikan pada saat pendaftaran tadi ada sebuah amplop besar berwarna biru muda dari sebuah lembaga nirlaba bernama Bookstart. Di dalam amplop itu terdapat sebuah buku cerita bergambar untuk bayi dan dua buah booklet. Buku itu berjudul Shitaku (Berpakaian), karya Helen Oxenbury. Di dalamnya hanya ada gambar-gambar, tak sepatah kata pun. Gambar seorang anak usia satu tahunan yang mencoba mengenakan pakaiannya sendiri, lengkap dari topi hingga sepatu. Relawan dari Bookstart berkeliling menemui ibu-ibu yang menunggu giliran anaknya dipanggil untuk menjelaskan tentang lembaga mereka dan cara membacakan buku itu kepada anak.

Bookstart Japan didirikan pada tahun 2000. Mereka ingin mempromosikan pengenalan buku kepada anak sejak lahir. Di amplop biru muda itu ada gambar logo organisasi mereka, seekor anjing laut yang berenang bersama anaknya sambil membacakan buku. Di samping logo itu tertulis sebuah paragraf yang diawali dengan kalimat: "Memperkenalkan buku kepada anak sama pentingnya dengan memberikan susu kepadanya..." Pembagian buku secara cuma-cuma pada saat pemeriksaan kesehatan rutin anak di usia tiga bulan ini merupakan salah satu program mereka.

Mungkin ada yang beranggapan bahwa membacakan buku untuk anak usia tiga bulan itu terlalu dini. Mereka memberi jawabannya lewat cerita bergambar yang dimuat dalam salah satu booklet tadi. Buku untuk bayi bukan hanya untuk dibacakan, tapi bisa juga untuk mainan, digigit-gigiti, dilempar, disusun seperti balok-balok atau sekadar dilihat gambarnya. Pada saat membacakan buku kepada bayi, dia mendapat pengenalan kata-kata lewat suara yang disenanginya. Buku yang tidak mengandung kata-kata---seperti yang dihadiahkan tadi---dapat dibacakan dengan gaya bercerita "mengobrol bebas" dengan kata-kata sendiri. Lama kelamaan, dia akan mengasosiasikan buku dengan pengalaman yang menyenangkan, kehangatan dan kebersamaan dengan anggota keluarga. Booklet yang satunya berisi rekomendasi buku-buku untuk bayi yang tersedia di perpustakaan Koganei. Bayi pun bisa dibuatkan kartu perpustakaannya sendiri, kata booklet itu.

Rasyad tertawa-tawa ketika mendengarkan relawan itu memberi penjelasan di hadapan kami. Dia memang lagi senang mendengarkan orang berbicara, apalagi yang disertai dengan gerak tangan dan suara yang lucu. Usia yang tepat untuk mulai membacakan buku buat dia.