Minggu ke-36. Data dari hasil pemeriksaan terakhir menunjukkan berat badannya (2480 gr) kini sudah berada di dekat grafik tengah, tidak di lima persen bawah lagi. Diameter biparietal kepala 88mm, panjang tulang femur 66mm.
Setelah dua puluh empat jam sejak kejadiannya, barulah badan saya merasa pulih senormal-normalnya. Kemarin saya masih mengalami tiga kali diare, yang membuat badan saya terasa lemah dan selera makan hilang. Saya sulit untuk menelan makanan apa pun kecuali bubur gandum dan buah-buahan. Hari ini saya makan siang dengan rasa lapar yang luar biasa. Saya melahap makan siang yang sederhana itu seperti sedang berhadapan dengan hidangan jamuan yang lezat. Alhamdulillah. Saya spontan terdorong untuk memuji karena kesederhanaan rasa lapar membuat apa pun yang ada terasa sangat istimewa.
Saya menyesal kurang berhati-hati dalam soal memilih makanan semalam. Menimbang antara kemubaziran dan soal higienis pada saat sekarang, tentu saya harus mendahulukan faktor higienisnya. Tapi saya sama sekali tidak teringat soal itu kemarin. Akibatnya tengah malam tadi saya memuntahkan lagi semua makanan yang saya lahap enam jam sebelumnya.

Ini betul-betul bikin saya khawatir tentang kondisi di janin. Tiga jam sebelumnya saya merasakan gerakannya sangat tidak teratur, terlalu banyak dan kacau, mendesak-desak ke bawah, membuat saya merasa seperti sedang mengalami awal kontraksi menjelang melahirkan. Saya merasa sangat kekenyangan, tapi ada rasa yang mengganjal di dada. Saya tidur dalam keadaan lelah dan sedikit sakit perut.

Pada saat morning sick tiga bulan pertama dulu tidak pernah saya mengalami muntah yang demikian hebat. Perut saya seperti berontak dengan makanan yang masuk. Saya sungguh khawatir kalau-kalau ada zat makanan yang tidak baik sempat terserap ke dalam rahim. Apa gerangan pengaruhnya pada pertumbuhan dia di pekan ke-35 ini? Semoga Allah melindungi dia dari segala keburukan lantaran keteledoran saya.

Membaca artikel di bawah ini, saya bisa menyimpulkan bahwa keadaan saya tidak seburuk itu, bukan jenis keracunan makanan parah, yang membuat saya sampai harus dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan pengaruh jelek pada janin. Setidaknya ini bisa menenangkan hati saya.
***


Ini dari situs Discovery Channel

Pregnancy and Food Poisoning Compiled by Karin A. Bilich

Food poisoning can be particularly harmful when contracted during pregnancy.

Pregnant women may have relatively mild symptoms (fever and aches) and make a quick recovery, or they may transfer the infection to their unborn child, who may then be stillborn or born very ill. In order to protect the fetus, pregnant women should take special care to avoid foods that may be contaminated.

Food poisoning often starts as a flulike illness with fever and chills, and may be accompanied by nausea or diarrhea, abdominal cramps, or dehydration. Severe cases can include an unusually painful headache and stiff neck. Contact your doctor if you develop any of these symptoms. If a pregnant woman is diagnosed and treated promptly with antibiotics, miscarriage and stillbirth can often be prevented.

Follow these guidelines to prevent food poisoning:

- Don't buy any food past its "sell by" date or with damaged packaging.
- Avoid unpasteurized milk and foods made from it.
- Keep meat and dairy refrigerated at or below 40 degrees.
- Make sure your hands are clean before handling food.
- Wash raw vegetables.
- Marinate and thaw food in the fridge, not on the counter.
- Don't serve raw eggs or foods that contain them. If you must make Caesar salad dressing, mayonnaise, eggnog, or hollandaise sauce, use pasteurized eggs or an egg substitute in place of fresh eggs.
- Cook meats and seafood thoroughly. Make sure the cooked meat is gray or brown throughout (not pink), juices run clear, and the inside is hot.
- Make sure food is served as soon as possible after preparation.
- Cook leftover or ready-to-eat foods (such as hot dogs) until steaming hot. Hot dogs should be cooked to an internal temperature of 165 degrees. Refrigeration doesn't prevent the bacteria from multiplying.
- Although the risk associated with deli foods is low, pregnant women should avoid deli meats.

Additional reporting by Richard Schwarz, MD

Kemarin perawat mulai bertanya apakah saya sudah mempersiapkan barang-barang yang diperlukan untuk masuk rumah sakit. Saya jawab belum, kore kara. Saya tidak ingat pada minggu keberapa kami mempersiapkan barang-barang itu pada saat akan melahirkan Hanifa dulu. Sebagian rumah sakit sudah menganjurkannya sejak kehamilan memasuki minggu ketiga puluh. Saya ingin segera mengemas koper dan mengisinya dengan persiapan menginap di rumah sakit, tapi pada minggu ketiga puluh empat ini pun masih terasa seperti terlalu awal. Tapi kalau diingat bahwa sejak minggu ini saya akan ke rumah sakit setiap pekan, mungkin memang sudah tidak banyak waktu lagi untuk membuat persiapan. Sudah semakin dekat.

Kandungan ini mulai terasa lebih berat. Saya kesulitan tidur, mendapatkan posisi yang nyaman atau mengubah posisi berbaring terasa berat dan nyeri. Kondisinya terus mengingatkan saya pada kelahiran yang makin menjelang. Saya tidak terlalu tegang soal proses melahirkan, hanya khawatir tentang Hanifa yang tidak boleh ikut masuk ke ruang bersalin. Bagaimana saya bisa melalui proses itu dengan tenang sambil mengetahui bahwa di luar sana Hanifa sedang menangis mengamuk ingin ikut masuk. Kami belum mendapatkan jalan pemecahan yang baik untuk soal ini. Saya menawarkan pada suami supaya saya tidak perlu ditemani dalam proses itu, biar suami saya bisa menunggui di luar bersama Hanifa, tapi dia tidak setuju. Siapa orang yang bisa diajak ke rumah sakit dan menunggui Hanifa di luar ruang bersalin?

Setiap kali melihat hasil USG saya selalu kesulitan untuk menghubungkan gambar yang saya lihat dengan apa yang ada dalam kandungan saya. Saya bahkan hampir tidak percaya bahwa keduanya ada hubungan. Sering saya hanya terbengong-bengong saja melihat gambar hitam-putih itu tanpa tahu apa yang sebenarnya sedang saya lihat. Mungkin hanya mata yang sudah ahli yang bisa langsung menangkap apa yang tertayang di layar monitor itu.

Dokter yang memeriksa saya, barangkali karena sudah begitu berpangalaman, mengingat usianya, dengan cepat menggerakkan panel USG, mengubah posisi sorotan, mencermati gambar dan mengambil sebuah kesimpulan tentang keadaan bayi. Saya hanya diberi tahu ini bagian jantung, yang kelihatan berdenyut, ini kepala, atau tulang paru-paru, tangan dan kaki yang tampak dengan jelas. Tapi sering kali kilasan gambar itu hanya berlalu tanpa saya diberi penjelasan apa-apa mengenainya. Pada sorotan sangat dekat, gambar di layar itu seperti tidak berkoresponsensi sama sekali dengan bagian tubuh mana pun. Dokter itu tidak banyak bicara. Barangkali dia hanya akan mengatakan sesuatu kalau menemukan ketidaknormalan. Tentunya dia merasa semua informasi yang dia dapat biasa-biasa saja. Setiap hari dia menemukan keadaan yang relatif sama. Tidak ada kabar baru. Tapi tidak demikian buat ibu hamil, yang dalam kepalanya setiap saat muncul kecemasan dibarengi pertanyaan apakah bayinya baik-baik saja di dalam sana.

Pada minggu ke-34 ini, saya hanya mendapat satu informasi tentang keadaan bayi, yaitu lingkar kepalanya yang sekarang berukuran 8,3 cm. Perkembangannya masih konsisten di garis 5% di bawah rata-rata menurut grafik yang saya dapatkan dari Internet. Kemungkinan bukan bayi yang besar, seperti anak pertama yang juga lahir dengan ukuran yang lebih kecil dibanding teman-teman seangkatannya di rumah sakit waktu itu.

Apa sebenarnya yang bisa dipastikan dari keadaan bayi di dalam rahim? Hasil USG hanya memperlihatkan kualitas-kualitas fisiknya, sementara pertumbuhan yang dialami bayi mencakup juga sisi yang tak terukur secara fisik, seperti ruhnya, watak dan kepribadian bawaannya yang tiba-tiba muncul begitu saja ketika mereka mulai tumbuh di luar rahim. Masalah alergi, misalnya, tidak ada yang bisa memastikan apakah bayi yang akan lahir itu punya masalah alergi setelah lahir. Jadi, wajar saja jika ada ribuan pikiran yang tidak bisa ditenangkan soal janin. Menanti kelahirannya adalah salah satu bentuk penerimaan pasif, penyerahan diri pada yang Mahakuasa, Maha Pencipta.

Para pakar menyebutnya instink bersarang (nesting instinct); dorongan yang muncul pada ibu hamil untuk mempersiapkan tempat tinggal bagi calon anaknya. Tapi saya merasakannya sekadar sebagai dorongan kecemburuan pada kenyamanan yang saya rasakan ketika berkunjung ke rumah teman yang rajin beres-beres rumah.

Beberapa kali belakangan ini saya merasa sangat ingin membersihkan rumah, terutama daerah dapur dan kamar kecil. Saya membeli pengharum ruangan, meletakkannya di kamar mandi, membeli pembersih toilet dan langsung menggunakannya untuk menggosok bagian yang sudah lama tidak dibersihkan. Saya mengepel, membersihkan kaca dan mengelap setiap permukaan yang kelihatan berdebu. Sungguh, saya tidak merasa dorongan beres-beres rumah ini sebagai sebuah nesting instinct, tapi karena saya ingin mendapatkan pula suasana nyaman dan harum di rumah sendiri.

Tapi barangkali, memang begitulah instink itu bekerja. Tidak disadari dan tidak diakui oleh pelakunya, tapi tetap terjadi dengan gejala-gejala yang sama.
Menjelang tidur kemarin malam, gerakannya kembali normal. Aktif berguling, berputar, mendesakkan kakinya ke sudut-sudut terjauh yang bisa dijangkaunya. Saya bisa tersenyum lagi. Tapi kecemasan kemarin sempat membuat saya menjelajah informasi tentang kondisi janin usia 33 minggu, melihat bagaimana pengalaman orang lain. Saya mendapat sudut pandang baru untuk memandang segala kecemasan saya: tidak ada seorang pun yang hamil dengan jaminan yang pasti tentang keadaan bayinya, mereka semua tidak tahu dan mengalami kekhawatiran yang berbagai macam tentang kondisi janin hingga melahirkan.
Pagi ini gerakannya sangat sedikit. Saya menanti-nanti sejak bangun tidur tadi. Hanya beberapa desakan lemah di bawah tulang rusuk. Tidak seperti biasanya, saya akan mendapat tendangan untuk membangunkan sekitar pukul setengah lima, kemudian lebih aktif lagi ketika saya mau shalat subuh. Sebenarnya sejak tadi malam saya mulai merasa gerakannya berkurang.

Saya jadi bertanya-tanya ada apa gerangan yang membuat dia kurang aktif hari ini, apakah karena postur saya yang kurang hati-hati ketika menjangkau barang-barang di lantai atau mengangkat barang yang berat kemarin. Atau karena kemarin saya terlalu capek, berdiri lama ketika memasak sore hari? Saya sudah melakukan apa yang disarankan untuk memicu gerakan bayi: minum jus atau susu, kemudian berbaring ke kiri, tunggu dua jam. Sampai pukul setengah delapan pagi ini saya belum mendapatkan tanda yang memuaskan.

Saya tidak yakin benar apakah gerakan janin anak kedua ini memang lebih aktif dibanding Hanifa. Barangkali hanya karena sudah lupa saya menyebutnya terasa lebih aktif. Dia sering terasa seperti menggeliat, berputar, menendang rusuk, mendesakkan kakinya ke sudut-sudut terjauh rahim. Mungkin dia mulai merasa tempat itu semakin sempit.
Minggu ketiga puluh tiga. Membaca cerpen yang disebut Pak Ledi sebagai cerpen bagus di eramuslim, saya merasa cemas. Cemas karena dialog saya dengan jabang bayi saya tidak diwarnai dengan kesalehan yang begitu hebat. Saya tidak ingin membiarkan diri saya dibebani sebuah rasa bersalah, hanya karena membandingkan apa yang dilakukan orang pada saat mereka hamil dan apa yang tidak saya lakukan. Saya tidak mesti melewatkan masa-masa ini dengan kecemasan yang bertambah-tambah.