Rasyad sangat lasak, tidak mau diam. Dia selalu mencari sasaran di sekelilingnya. Kalau ada sesuatu yang menarik perhatiannya, dia akan mengejarnya dengan kecepatan yang bikin kita kaget, merangkak dengan gerakan seperti berenang gaya kupu-kupu. Matanya terfokus tajam dan melotot seperti hendak keluar dari soketnya. Begitu sampai di dekat sasarannya itu, tangannya cepat menjangkau, kalau yang kanan ditahan, yang kiri langsung beraksi. Kita sering kalah cepat dengan kegesitan tangan bayi enam bulan ini. Karena kewalahan, akhirnya dia diangkat saja dari tempat yang berperkara itu.

Adegan berebut mainan dengan Hanifa pun jadi makin sering. Kayaknya dia merasa apa pun yang sedang dimainkan kakaknya itu lebih menarik dibanding mainan lain. Hanifa jadi sering berteriak, "Rasyad nggak boleh ke siniiii," begitu melihat adiknya mulai mendekat ke tempat dia sedang bermain dengan mata terbelalak. Rasyad mengejar bukan karena ingin merebut, tapi karena rasa ingin tahunya yang tinggi. Jadi belum terlalu bermasalah saat ini kalau dia diberi objek pengganti yang tak kalah menarik.

Kalau bukan dengan tangan, dia akan mencari kesibukan dengan kaki. Kakinya suka mencari sasaran tendang. Berdiri menggendong dia dekat sebuah rak, dia ayun-ayun kakinya sampai mengenai sebuah benda. Waktu sedang menyusu, kakinya juga asyik dihempas ke lantai berulang-ulang.

Kalau tidak bisa menjangkau apa-apa dengan tangan dan kaki---meski harus sampai berakrobat meliukkan badan ke kiri, kanan dan belakang---maka dia mencari sasaran dengan mata. Dia memperhatikan sekelilingnya dengan minat besar, melihat wajah orang yang sedang bicara dengan raut takjub, sesekali tersenyum lantas tertunduk malu, dan tertawa lebar kalau digoda. Bayi yang sibuk.
Setiap kali mulai menyusu, tangan rasyad otomatis mulai menggaruk kepala. Bukan karena gatal, saya kira. Sudah lama lewat masa kepala gatalnya, ketika cradle cap memenuhi kepalanya waktu dia berusia sekitar tiga bulan. Tapi kebiasaan menggaruk itu terus lekat sampai sekarang. Tangannya harus diisi sesuatu supaya bisa diam. Maka saya sering memberi jari saya untuk dia pegang sambil menyusu. Kami jadi seperti pasangan dansa.

Dia mulai bisa mengambil benda yang agak kecil, menggunakan jempol dan ibu jarinya seperti capit kepiting. Dia sering menduga gambar adalah sesuatu yang bisa dipungut. Dia garuk-garukkan jarinya di atas gambar pada halaman buku atau kain bercorak, tapi gambar itu tetap di sana.

Telapak kakinya merah. Tumitnya mengkilap seperti terbuat dari kaca.
Dia bisa tertawa terpingkal-pingkal sekarang kalau sedang bermain dengan Hanifa. Bunyi suaranya seperti gemericik air sungai dangkal berbatu, kadang diawali lengkingan tinggi yang menggelikan, membuat kita ikut tertawa, terus meledak seakan-akan ada sesuatu yang sangat mengelitiknya. Hanifa jadi semakin tergoda untuk memancing tawanya, berkejaran, berebut mainan.

Tangan dan kakinya mulai kuat untuk menopang badannya tidak menempel ke lantai terus, tapi masih belum bisa menggerakkannya, dia masih merayap untuk maju dengan kecepatan yang bikin kaget. Dia paling tertarik meraih piring makanan kita. Kalau tidak awas, bisa-bisa isi piring kita sudah ditumpahkannya. Kalau sedang berada dekat meja atau rak, dia coba-coba menjangkau apa-apa yang di atasnya, sepertinya tidak lama lagi dia bisa menopang badannya untuk berdiri dengan berpegangan.

Baru saja saya merasa bisa menangani bayi usia empat bulan yang kalem, sekarang harus belajar lagi untuk menghadapi bayi yang lasak merambah ke mana-mana. Bayi terlalu cepat berubah.
Rasyad mulai bisa "menangis dramatis". Maksudnya, dia bisa menyetel suara tangisnya seolah-olah sesuatu yang begitu menyedihkan sedang terjadi padanya. Tujuannya agar kita buru-buru mendatanginya, menenangkan dan menggendongnya. Manipulatif, ya.

Kalau dia tersentak dari tidurnya dan dia tidak melihat siapa-siapa di dekatnya, dia spontan menangis. Setelah beberapa saat tak ada yang datang, kadang-kadang dia jadi diam sendiri, asyik memperhatikan ruangan, mendekati mainan yang ada di sekitarnya. Tapi begitu kita datang, dia langsung menangis lagi dengan nada yang dramatis itu, nadanya terdengar beda dengan tangisan spontannya yang pertama tadi. Begitu juga kalau dia lagi punya persoalan: mainannya direbut Hanifa atau tergeletak tanpa sengaja dari posisi menelungkup.

Ini sekadar menunjukkan kalau dia sudah mengerti sedikit hukum sebab-akibat dalam dunia kecilnya. "Kalau aku melakukan ini, maka orang di sekitarku akan merespons begini," logika seperti itu sudah tertangkap dalam benaknya. Bukan sebab-akibat untuk hal-hal fisikal saja--"kalau aku menggoyangkan mainan ini, akan terdengar bunyi gemerincing"--tapi juga non-fisik.
Si bayi kecil itu sudah berubah menjadi penjelajah kecil di dunia kecilnya. Dia benar-benar sudah bisa berpindah ke segala arah yang dia inginkan. Dari ujung ke ujung tempat tidur, dari satu ruang ke ruang lain, mengejar mainan yang menarik perhatiannya, berhenti untuk mengamati ruangan atau benda di tangannya, kemudian maju lagi, berputar arah dengan cara bertumpu di atas perutnya.
 
Ya, lutut dan tangannya masih belum bisa menopang tubuhnya. Dia sering berlatih memperkuat ototnya dengan menahan badannya sambil bergoyang di tempat seperti orang sedang mengepel lantai. Tapi begitu mulai ingin maju, tangan dan lututnya jatuh dan dia beringsut, merayap seperti reptil dengan liurnya menetes-netes membasahi dagu dan leher.  Tadi dia merayap sampai ke bawah meja kotatsu dan berhasil membenturkan hidungnya ke kaki meja, menangis.
 
Perkembangan ini memang agak cepat untuk usianya. Saya tidak tahu apa yang membuat dia cepat tiba pada tahap kemampuan fisik yang ini. Mungkin dia tidak sabar melihat kakaknya bisa lari mondar-mandir dengan cepat, hilang muncul dari pandangannya, lenyap ke sisi lain yang tak terlihat olehnya. Barangkali dia jadi ingin cepat-cepat bisa seperti itu.



Saya ternyata tidak boleh terlalu gembira dengan antusiasme Rasyad untuk menerima makanan padat. Setelah hari ketiga saya mencobanya, Rasyad tidak buang air besar sampai empat hari. Ini baru pertama kali terjadi sejak dia lahir. Saya sempat cemas, tidak tahu apa yang harus dilakukan kecuali menunggu. Saya beri dia minum jus apel, yang bisa masuk hanya beberapa tetes dan tidak memberi pengaruh apa-apa. Itu pasti gara-gara kol. Jangan dikasih kol dulu, kata Mas Budi, kol biasanya bikin kembung. Saya malah akhirnya menghentikan dulu pemberian makanan padatnya sampai dia berhasil mengeluarkan kotoran dengan volume extra-large. Saya pun lega. Kol lantas dicabut dari daftar makanannya.
 
Saya juga ternyata harus belajar mengekang antusiasme saya. Suatu kali saya membuat makanan yang masih terlalu kasar buat dia. Bosan juga menunggu wortel sampai sangat lunak. Setengah lunak, terus saya gerus dan disaring, dicampur sedikit tepung jagung. Waktu diberi ke Rasyad, suapan kedua membuat dia marah. Itu tanda saya mesti berhenti memberinya. Saya cicipi sedikit, rupanya si wortelnya masih kurang halus. Dia kesulitan menelannya. Besoknya ketika saya suapi makanan lain, dia menolak, marah, menangis, sepertinya tidak suka lagi dengan urusan menelan makanan ini. Begitu juga dua hari selanjutnya.
 
Wah, bisa-bisa dia punya kesan yang tidak baik tentang makanan. Saya harus membuat dia lupa dulu dengan urusan ini. Seminggu saya libur memberinya makanan dan baru mulai lagi dua hari yang lalu dengan membuatkan makanan yang sangat cair dan lembut. Dia makan dengan tenang dan  cukup banyak. Alhamdulillah. Lagi pula dia sudah makin mendekati usia lima bulan, sudah lebih siap untuk menerima makanan padat. Saya juga mendapatkan bahwa dia lebih suka makanan yang dibuat sendiri daripada yang instan. Produk pabrikan itu agak terlalu asin, memang.
Ini hari pertama saya mencoba memberikan makanan tambahan kepada Rasyad. Hari ini dia berumur empat bulan. Tidak mesti pada usia segitu bayi mulai diberi makanan padat. Ada yang bilang makanan padat tidak perlu diberikan hingga bayi berusia enam bulan. Susu masih mencukupi untuk semua kebutuhan gizi dan energinya sampai saat itu. Tapi kebanyakan orang mulai memberi makanan tambahan sejak usia empat bulan. Hanifa juga mulai makan sejak usia empat bulan.

Menurut sebuah buku, tanda pertama bahwa bayi siap untuk menerima makanan selain susu adalah ketertarikannya melihat kita makan. Rasyad memang kelihatan seperti penasaran setiap kali melihat kami menyuapkan sesuatu ke dalam mulut. Mungkin dia pikir kok asyik sekali yah, banyak banget yang bisa dimasukin ke mulut. Soalnya dia kan juga lagi senang apa-apa dimasukin ke mulut.

Untuk usia ini makanan tambahan bagi bayi bukan untuk mendapatkan nutrisinya, tapi lebih sebagai pengenalan saja. Dia perlu mengenal bahwa rasa lapar bisa ditawar bukan hanya dengan minum susu, dia perlu mengenal cara menelan makanan yang disuapi dengan sendok ke dalam mulutnya, dia perlu mengenal berbagai rasa. Karenanya pada saat awal ini tidak perlu memaksakan bayi untuk memakan habis porsi tertentu, dan tidak perlu membuatnya makan tiga kali sehari. Ini hanya untuk latihan dan penyesuaian perutnya dengan makanan baru supaya ketika dia mulai benar-benar membutuhkannya nanti, dia sudah siap.

Jadi untuk minggu pertama ini saya berencana untuk memberinya jenis makanan yang berbeda setiap hari dan hanya satu atau dua kali sehari. Saya ingin menjalankan saran Pak Adi Junjunan di milis FLP-Jepang untuk lebih dahulu memperkenalkan sayur kepada bayi agar dia menjadi anak yang sneang makan sayur. Wortel, kentang, komatsu, bayam, kol dan labu kayaknya bakal jadi pilihan saya untuk minggu ini.

Untuk hari pertama saya membuatkan bubur kentang campur tahu. Kentangnya direbus lama sekali sampai sangat lunak, kemudian dihancurkan bersama tahu, lantas disaring dan dicairkan dengan susu. Saya menduga Rasyad tidak akan terlalu berminat untuk memakannya, satu atau dua sendok barangkali sudah cukup. Saya membuatnya dalam porsi "seujung kuku." Tapi rupanya Rasyad suka. Dia menerima suapan seperti bayi yang sudah berpengalaman: mulutnya membuka begitu tersentuh sendok, tangannya pun menyambut seperti hendak menyuap sendiri, ikut memegang sendok dan menahannya lama-lama di dalam mulut (mungkin dia pikir sendok itu juga bisa dimakan). Dia menelan makanan seperti kakek-kakek yang sedang menggumam sendiri, sambil cairan makanan yang luber mengalir lewat sudut-sudut bibirnya. Sedikitnya lima kali suapan berhasil masuk ke mulutnya di hari pertama ini. Di luar dugaan saya.

Tapi ada satu kejutan lain: Hanifa. Saya lupa untuk memperhitungkan bahwa Hanifa akan begitu bersemangat melibatkan diri dalam soal ini. Membuat makanan bayi dalam porsi kecil dengan peralatan mini yang lucu-lucu itu mirip dengan main masak-masaknya. Dia ingin membuatkan makanan bayi itu sendiri. Menyuapi Rasyad juga mirip dengan permainan dia menyuapi makanan untuk bonekanya. Dia jadi ingin juga menyuapi Rasyad sendiri, memaksa saya untuk menyerahkan sendok itu kepadanya. Kerepotan bertambah. Semoga ini hanya kegirangan karena memulai sesuatu yang baru, supaya waktu untuk menyelesaikan urusan memberi makan Rasyad ini tidak selalu berlipat dua.
Setelah lancar menelungkup, Rasyad mulai mencoba beringsut maju. Dia pertama kali mencobanya ketika kami sedang sarapan minggu lalu. Pagi itu dia berhasil berhasil merayap mendekati tempat sarapan, membuat kami semua kaget dan Hanifa bersorak kegirangan. Lantas saya pancing dia untuk maju dengan meletakkan sebuah mainan sekitar sepuluh senti di hadapannya. Beberapa kali dia berhasil menabrakkan kepalanya ke mainan itu. Tapi dia masih terlalu cepat capek, sebentar saja dia sudah terengah-engah seperti habis mendaki gunung Himalaya.

Sekarang sudah tidak aman lagi meninggalkannya terbaring sendirian di kasur dan saya pergi ke dapur. Bisa-bisa dia tiba-tiba sudah muncul di pintu dapur!
Hari ini Rasyad mendapat pemeriksaan kesehatan rutin untuk bayi usia tiga bulan di Hokenjou. Berat badannya sekarang 6,6 kg dan panjangnya 61cm.

Dalam paket yang dibagikan pada saat pendaftaran tadi ada sebuah amplop besar berwarna biru muda dari sebuah lembaga nirlaba bernama Bookstart. Di dalam amplop itu terdapat sebuah buku cerita bergambar untuk bayi dan dua buah booklet. Buku itu berjudul Shitaku (Berpakaian), karya Helen Oxenbury. Di dalamnya hanya ada gambar-gambar, tak sepatah kata pun. Gambar seorang anak usia satu tahunan yang mencoba mengenakan pakaiannya sendiri, lengkap dari topi hingga sepatu. Relawan dari Bookstart berkeliling menemui ibu-ibu yang menunggu giliran anaknya dipanggil untuk menjelaskan tentang lembaga mereka dan cara membacakan buku itu kepada anak.

Bookstart Japan didirikan pada tahun 2000. Mereka ingin mempromosikan pengenalan buku kepada anak sejak lahir. Di amplop biru muda itu ada gambar logo organisasi mereka, seekor anjing laut yang berenang bersama anaknya sambil membacakan buku. Di samping logo itu tertulis sebuah paragraf yang diawali dengan kalimat: "Memperkenalkan buku kepada anak sama pentingnya dengan memberikan susu kepadanya..." Pembagian buku secara cuma-cuma pada saat pemeriksaan kesehatan rutin anak di usia tiga bulan ini merupakan salah satu program mereka.

Mungkin ada yang beranggapan bahwa membacakan buku untuk anak usia tiga bulan itu terlalu dini. Mereka memberi jawabannya lewat cerita bergambar yang dimuat dalam salah satu booklet tadi. Buku untuk bayi bukan hanya untuk dibacakan, tapi bisa juga untuk mainan, digigit-gigiti, dilempar, disusun seperti balok-balok atau sekadar dilihat gambarnya. Pada saat membacakan buku kepada bayi, dia mendapat pengenalan kata-kata lewat suara yang disenanginya. Buku yang tidak mengandung kata-kata---seperti yang dihadiahkan tadi---dapat dibacakan dengan gaya bercerita "mengobrol bebas" dengan kata-kata sendiri. Lama kelamaan, dia akan mengasosiasikan buku dengan pengalaman yang menyenangkan, kehangatan dan kebersamaan dengan anggota keluarga. Booklet yang satunya berisi rekomendasi buku-buku untuk bayi yang tersedia di perpustakaan Koganei. Bayi pun bisa dibuatkan kartu perpustakaannya sendiri, kata booklet itu.

Rasyad tertawa-tawa ketika mendengarkan relawan itu memberi penjelasan di hadapan kami. Dia memang lagi senang mendengarkan orang berbicara, apalagi yang disertai dengan gerak tangan dan suara yang lucu. Usia yang tepat untuk mulai membacakan buku buat dia.